Sepercik Cahaya Keindahan Islam
Penulis: Ustadz
Muhammad Arifin Badri
Sebagaimana telah diketahui
bersama, bahwa Allah Ta’ala telah menciptakan manusia ini dalam dua jenis, pria
dan wanita. Dan sebagaimana telah diketahui pula bahwa kaum pria pasti
membutuhkan kepada kaum wanita, bahkan tidaklah akan sempurna
kepriaan/kejantananan kaum pria kecuali dengan adanya wanita yang menjadi
pasangan hidupnya. Begitu juga kaum wanita, mereka pasti membutuhkan kepada kaum
pria, dan kewanitaannya tidaklah akan sempurna melainkan dengan adanya seorang
pria yang menjadi pasangan hidupnya. Mereka saling membutuhkan, saling
melengkapi, dan saling memenuhi kebutuhan pasangannya.
Maha suci Allah
Yang telah menjadikan kelemahan masing-masing jenis sebagai simbul
kesempurnaannya bagi pasangannya. Kaum pria memiliki kelemahan dalam banyak hal,
misalnya ia tidak dapat mengandung, kurang sabar mengatur dan merawat anak dan
rumah, kurang bisa berdandan, bersuara keras dan kasar, kurang bisa lemah
lembut, akan tetapi kekurangan-kekurangannya ini merupakan kesempurnaan bagi
wanita yang menjadi pasangannya. Sehingga bila ada pria yang lemah lembut,
bersuara merdu, jalannya melenggak-lenggok, suka memasak, senantiasa berdandan
biasanya dikatakan sebagai pria yang kurang normal, atau yang sering disebut
dengan waria. Begitu juga sebaliknya, kaum wanita memiliki kelemahan berupa,
tidak perkasa, bersuara lantang/lantang, kurang bisa tegas, mudah takut, selalu
datang bulan, kurang gesit, dan seterusnya. Akan tetapi berbagai kekurangannya
ini merupakan kesempurnaan bagi pria yang menjadi pasangannya, sehingga bila ada
wanita yang berpenampilan perkasa, bersuara keras, dan tidak suka berdandang
maka biasanya disebut dengan tomboy.
Walau demikian, syari’at Al Qur’an
tidaklah membiarkan mereka berpasangan bebas, dan dengan cara apapun. Sebab,
yang diciptakan dalam keadaan berpasang-pasang semacam ini bukan hanya manusia,
tetapi ada mahluk-mahluk lain yang diciptakan demikian juga, misalnya binatang.
Binatang juga diciptakan dalam keadaan berpasang-pasang, jantan dan betina, dan
mereka saling berpasangan pula.
Oleh karena itu, syari’at Al
Qur’an mengatur hubungan antara pria dan wanita dengan syari’at yang dapat
menjaga martabat mereka sebagai mahluk yang mulia dan membedakan hubungan sesama
mereka dari hubungan binatang sesama binatang. Manusia adalah mahluk yang telah
dimuliakan oleh Allah di atas mahluk-mahluk selain mereka, oleh karena itu
hendaknya kita sebagai manusia menjaga kehormatan ini dengan cara menjalankan
syari’at Al Qur’an yang telah menetapkan kehormatan kita tersebut:
“Dan sesungguhnya telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan.” (QS. Al Isra’: 70)
Syari’at Al Qur’an hanya
membenarkan dua cara bagi manusia untuk menjalin hubungan dengan lawan
jenisnya:
A. Cara
perbudakan
Cara ini hanya dapat dilakukan
melalui peperangan antara umat Islam melawan orang-orang kafir, dan bila kaum
muslimin berhasil menawan sebagian dari mereka, baik lelaki atau wanita, maka
pemimpin umat Islam berhak untuk memperbudak mereka, dan juga berhak untuk
meminta tebusan atau membebaskan mereka tanpa syarat.
B. Pernikahan
Hanya dengan dua cara inilah
manusia dibenarkan untuk menjalin hubungan dengna pasangannya. dan hanya dengan
dua cara inilah tujuan disyari’atkannya hubungan dengan lawan jenis akan dapat
dicapai dengan baik. Oleh karena itu Allah Ta’ala berfirman dalam Al
Qur’an,
“Dan diantara tanda-tanda
kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri,
supaya kamu menyatu dan merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir.” (QS. Ar Rum: 21)
Dan Rasulullah shollallahu
‘alaihi wasallam menjelaskan akan syari’at yang mengatur hubungan
antara lawan jenis ini dengan sabdanya,
“Tidaklah pernah didapatkan suatu
hal yang berguna bagi doa orang yang saling mencintai serupa dengan pernikahan.”
(HR. Ibnu Majah,
Al Hakim, Al Baihaqi dan dishahihkan oleh Al Albani)
Adapun berbagai hubungan selain
cara ini, maka tidaklah dibenarkan dalam syari’at Al Qur’an, oleh karena itu
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Janganlah sekali-kali seorang
lelaki menyendiri dengan seorang wanita, kecuali bila wanita itu ditemani oleh
lelaki mahramnya.” (Muttafaqun ‘alaih)
Pada hadits lain
Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam
menjelaskan alasan larangan ini,
“Janganlah salah seorang
dari kamu berduaan dengan seorang wanita, karena setanlah yang akan menjadi
orang ketiganya.” (HR. Ahmad, At Tirmizi, An Nasa’i
dan dishahihkan oleh Al Albani)
Bukan hanya
syari’at Al Qur’an yang mencela berbagai hubungan lawan jenis diluar pernikahan,
bahkan masyarakat kitapun dengan tegas mencela hubungan tersebut, sampai-sampai
mereka menyamakan hubungan tersebut dengan hubungan yang dilakukan oleh mahluk
selain manusia, yaitu binatang. Mereka menjuluki hubungan di luar pernikahan
dengan sebutan “kumpul kebo”. Julukan ini benar
adanya, sebab yang membedakan antara hubungan lawan jenis yang dilakukan oleh
binatang dan yang dilakukan oleh manusia ialah syari’at pernikahan. Dan
pernikahan dalam syari’at Al Qur’an harus melalui proses dan memenuhi kriteria
tertentu, sehingga bila suatu hubungan tidak memenuhi kriteria tersebut, maka
tidaklah ada bedanya hubungan tersebut dengan hubungan yang dilakukan oleh
binatang.