COntOh bacaan:
COntOh bacaan:
Allahumma shOlli wa sallam ‘alaa muhammadin wa ‘alaa alihii wa ash haabihi wa man tabi’ahum bi ihsaani ilaa yaumiddiin.
Lafadznya sendiRi bisa lebih bebas. Misalnya dalam bentuk kalimat: “takutlah kalian kepada Allah”. Atau kalimat: “maRilah kita beRtaqwa dan menjadi hamba yang taat”.
COntOh bacaan:
yaa ayyuhalladziina aamanuu ittaqullaaha haqqa tuqaatihi wa laa tamuutunna ilaa wa antum muslimuun
Tentang tema ayatnya bebas saja, tidak ada ketentuan haRus ayat tentang peRintah atau laRangan atau hukum. BOleh juga ayat QuRan tentang kisah umat teRdahulu dan lainnya.
COntOh bacaan:
ammaa ba’du..
Memanggil jamaah bisa dengan panggilan ayyuhal muslimun, atau ma'asyiRal muslimin Rahimakumullah, atau sidang jum'at yang diRahmati Allah.
……. isi khutbah peRtama ………
Menutup khutbah peRtama dengan dO'a untuk seluRuh kaum muslimin dan muslimat
COntOh bacaan:
Setelah itu, khatib kembali naik mimbaR untuk memulai khutbah kedua. Dilakukan dengan diawali dengan bacaaan hamdallah dan diikuti dengan shalawat.
رَبّنَا لاَتُؤَاخِذْ نَا إِنْ نَسِيْنَا أَوْ أَخْطَأْنَا رَبّنَا وَلاَ تَحْمِلْ عَلَيْنَا إِصْرًا كَمَا حَمَلْتَهُ عَلََى اّلذِيْنَ مِنْ قَبْلِنَا رَبّنَا وَلاَ تًحَمّلْنَا مَالاَ طَاقَةَ لَنَا بِهِ وَاعْفُ عَنّا وَاغْفِرْ لَنَا وَارْحَمْنَا أَنْتَ مَوْلاَنَا فَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلأَخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ. والحمد لله رب العالمين.
Demikian bacaan khutbah semOga beRmanfaat bagi kita semua
[khutbah jumat haRus bahasa aRab?]http://walausetitik.blogspot.com/2006/12/khutbah-jumat-harus-bahasa-arab.html
- Sudah ada ketentuan bahwa saat khatib sedang berkhutbah, maka tidak boleh ada orang yang berbicara, menyela, berkomentar atau apapun pembicaraan lainnya. Meksipun tujuannya untuk menterjemahkan isi khutbah kepada orang yang tidak mengerti isinya.
- Memang ada sedikit polemik di masa lalu tentang keharusan berkhutbah Jumat dengan menggunakan bahasa Arab. Sebagian kalangan bersikeras bahwa khutbah Jumat itu harus dilakukan dalam bahasa Arab. Namun sebagian lagi menolaknya.
- Dapat pula di ambil jalan tengah yaitu mereka yang mewajibkan bahasa Arab dalam khutbah, sesungguhnya hanya mewajibkannya pada rukun khutbah saja. Tidak pada semua bagian khutbah. Di luar kelima rukun itu, boleh saja seorang khatib berbicara dalam bahasa yang dipahami oleh kaumnya. Bahkan kelima rukun tadi boleh diterjemahkan juga ke dalam bahasa mereka, asalkan bahasa Arabnya tetap dibaca.
- Seorang khatib boleh menambahi khutbahnya dengan bahasa lainnya, asalkan pada kelima rukun itu dia menggunakan bahasa Arab, walau hanya sepotong saja.
- Kemampuan, potensi, dukungan dan jerih payah apa saja yang dimiliki oleh umat Islam ini, bisa dan harus disumbangkan untuk dakwah, sesuai dengan daya dukung masing-masing.
- Seorang dai, secara kauni seperti umumnya manusia lainnya, ia akan terus belajar dan berlatih. Dan secara syar’i, ia memang diwajibkan (bahkan dalam bahasa hadits: di-fardhu-kan) untuk menuntut ilmu, ilmu syar’i, ilmu kaun (alam), ilmu madani-hadhari (kemajuan-peradaban) dan pengembangan potensi.
- Kalau selama ini Anda berkeinginan untuk bisa berceramah secara massal, berkhuthbah dan semacamnya, keinginan seperti ini adalah wajar dan bahkan Anda diperintahkan untuk mempelajarinya. Dan jika Anda telah mempelajarinya, berusaha secara maksimal, dan sampai wafat Antum tetap belum menguasainya, maka tanggung jawab Anda untuk belajar hal ini sudah terpenuhi, insya Allah dan insya Allah, Allah subhanahu wa ta’ala tidak akan meminta pertanggungjawaban dari Anda.
- Belajarlah mulai dari yang kecil dan sederhana. Misalnya, menyampaikan taushiyah (pesan) atau mau’izhah di hadapan teman-teman Anda, bisa 2 orang, 3 orang atau 5 orang dalam tempo 2-3 menit. Lalu, secara gradual, periodik dan terus menerus Anda melakukan peningkatan. Baik dari sisi tempo waktu yang Anda sampaikan, maupun dari sisi jumlah pendengar yang mengikuti taushiyah atau mau’izhah Anda itu.
- Jaga kebersihan hati (tazkiyatun-nafs), khususnya yang terkait dengan ikhlash dan shidiq: Sebab, apa yang keluar dari hati yang ikhlash dan shidiq akan masuk dan diterima oleh hati para pendengarnya dan akan memberikan pengaruhnya di sana.
- Khutbah jum’at memiliki kedudukan penting dalam islam. Bagaimana tidak,karena ia merupakan penopang utama dalam penyebaran dak’wah islam di seluruh dunia. ia juga merupakan salah satu sarana penting guna menyampaikan pesan dan nasehat kepada orang lain atau suatu kaum. Hal ini sebagaimana kaidah yang ada dalam islam : “menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran”.
- Khutbah jumat dilakukan sebelum salat jum’at. Maka diantara syarat sahnya salat jum’at adalah khutbah, yang dilakukan saat waktu dzuhur. Dengan maksud tujuan pembelajaran dan pemberi peringatan atas segala ni’mat Allah swt. Semua ini adalah keutamaan islam yang slalu menjunjung tinggi peranan ilmu dan para ulama. Karena dengan ilmu kita mengetahui agama serta mengetahui hukum-hukumnya. Sehingga tidaklah seorang muslim melakukan sesuatu kecuali atas dasar ilmu.
- Sesungguhnya tujuan utama dari khutbah juma’at adalah saling menasehati dalam kebaikan dan memberi peringatan, selain memberi peringatan juga memberi solusi atas problematika yang ada di tengah masyarakat. Inilah yang dilakukan oleh Rasulullah dan para sahabat terdahulu. Mereka berkhutbah di depan kaumnya. Menyeru mereka untuk senantiasa mematuhi perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya.
- Ada 4 fese penyusunan khutbah: [1]. fase pemilihan judul. [2]. fase penyusunan kerangka pembicaraan. [3]. fase pemilihan dalil yang tepat sesuai dengan judul dan jalannya pembicaraan. [4]. fase untuk mulai berlatih atau mengaplikasikan apa yang telah di susun.
- Aspek yang menjadi pertimbangan sebelum menentukan judul: [1]. Hendaknya seorang khatib melihat standar akal pikiran masyarkat setempat. [2]. Hendaknya seorang khatib memperhatikan psikologi para pendengar.
- Kerangka pembicaraan dilakukan agar pembahasan khutbah lebih terfokus dan tidak terlalu melebar. Sehingga pembicaraan tidak keluar dari judul yang telah ditentukan. Dan semua unsur-unsur yang ada dalam kerangka pembicaraan berhubungan satu sama yang lainnya tidak terpisah.
http://organisasi.org/pengertian-shalat-jumat-hukum-syarat-ketentuan-hikmah-dan-sunah-solat-jumat
- Shalah Jum’at memiliki hukum wajib ‘ain bagi laki-laki / pria dewasa beragama islam, merdeka dan menetap di dalam negeri atau tempat tertentu. Jadi bagi para wanita / perempuan, anak-anak, orang sakit dan budak, solat jumat tidaklah wajib hukumnya.
- Syarat Sah Melaksanakan Solat Jumat: [1]. Shalat jumat diadakan di tempat yang memang diperuntukkan untuk sholat jumat. [2]. Minimal jumlah jamaah peserta salat jum’at adalah 40 orang. [3]. Shalat Jum’at dilaksanakan pada waktu shalat dhuhur / zuhur dan setelah dua khutbah dari khatib.
- Shalat jumat memiliki isi kegiatan sebagai berikut : [1]. Mengucapkan hamdalah. [2]. Mengucapkan shalawat Rasulullah SAW. [3]. Mengucapkan dua kalimat syahadat. [4]. Memberikan nasihat kepada para jamaah. [5]. Membaca ayat-ayat suci Al-quran. [6]. Membaca doa.
- Sunat-Sunat Shalat Jumat: [1]. Mandi sebelum datang ke tempat pelaksanaan sholat jum at. [2]. Memakai pakaian yang baik (diutamakan putih) dan berhias dengan rapi seperti bersisir, mencukur kumis dan memotong kuku. [3]. Memakai pengaharum / pewangi (non alkohol). [4]. Menyegerakan datang ke tempat salat jumat. [5]. Memperbanyak doa dan salawat nabi. [6]. Membaca Alquran dan zikir sebelum khutbah jumat dimulai.
http://www.republika.co.id/launcher/view/mid/19/news_id/3272
- Imam yang memimpin shalat haruslah bacaan ayat-ayatnya baik dan benar. Jika bacaannya keliru khususnya Alfatihah maka shalat yang dipimpinnya menjadi tidak sah. Dalam hal ini, makmun harus mengulangi shalat Jumatnya – atau melakukan shalat dzuhur sebagai pengganti shalat Jumat yang tidak sah itu.
http://alislamu.com/index.php?option=com_content&task=view&id=200&Itemid=6
- Menghadiri Shalat Jum’at adalah fardhu ‘ain atas setiap muslim, kecuali lima orang: budak, perempuan, anak kecil, orang sakit, dan musafir.
- Khutbah Jum’at, hukumnya wajib, karena Rasulullah selalu mengerjakannya dan tidak pernah meninggalkannya.
- Dari Jabir bin Abdullah r.a., ia berkata, “Adalah Rasulullah saw. apabila berkhutbah, merah kedua matanya, meninggi suaranya, dan memuncak marahnya, lalu beliau menyampaikan peringatan kepada pasukan, yaitu beliau berkata “Awas musuh akan menyerang kalian pada waktu pagi, dan awas musuh akan menyerbu kalian diwaktu sore!” (Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir 4711, irwa-ul Ghalil no: 611, Muslim II: 591 no: 866, dan Tirmidzi II: 9 no: 505).
- Ibnul Qayyim dalam kitabnya Zaadul Ma’ad I: 116, menulis, “Barang siapa memperhatikan semua khutbah Nabi saw. dan khutbah para sahabatnya, niscaya ia mendapatkan materi khutbah meliputi penjelasan perihal hidayah, tauhid, sifat-sifat Rabb Jalla Jalaluh prinsip-prinsip pokok keimanan, dakwah (seruan) kepada Allah, dan penyebutan tentang aneka ragam nikmat Allah Ta’ala yang menjadikan dia cinta kepada makhluk-Nya dan hari-hari yang membuat mereka takut kepada adzab-Nya, menyuruh jama’ah agar senantiasa mengingat-Nya dan mensyukuri nikmat-Nya yang menyebabkan mereka cinta dengan tulus kepada-Nya. Kemudian para sahabat menjelaskan tentang keagungan Allah, sifat dan nama-Nya yang menyebabkan dia cinta kepada akhluk-Nya, dan menyuruh jama’ah agar ta’at kepada-Nya, bersyukur kepada-Nya dan mengingat-Nya yang membuat mereka dicintai oleh-Nya sehingga seluruh jama’ah ketika meninggalkan masjid mereka telah berada dalam keadaaan cinta kepada Allah dan Allah pun cinta kepada mereka. Dan adalah Rasulullah senantiasa berkhutbah dengan menyebut banyak ayat Qur’an, terutama surah Qaaf.”
- Shalat jum’at adalah dua raka’at secara berjama’ah. Karenanya, siapa saja yang tidak mengerjakan shalat jama’ah jum’ah dari kalangan orang-orang yang tidak wajib shalat Jum’ah, atau berasal dari kalangan orang-orang yang berudzur, maka hendaklah mereka shalat dzuhur empat raka’at. Dan barang siapa yang mendapatkan satu raka’at dengan (bersama) Imam berarti ia mendapat shalat jama’ah jum’at.
- Barangsiapa datang ke masjid sebelum khatib berkhutbah, hendaklah ia shalat sunnah (intidzar) semampunya, tanpa ada batasnya sampai khatib hendak naik mimbar. Adapun shalat sunnah yang dewasa ini dikenal dengan sebutan shalat sunnah qabliyah jum’at, maka termasuk amalan yang sama sekali tidak mendasar yang kuat. Adapun sesudahnya, maka kalau mau shalatlah empat raka’at atau dua raka’at.
- Yang Dianjurkan Dibaca Pada Hari Jum’at: [1]. Memperbanyak shalawat dan salam kepada Nabi saw. [2]. Membaca Surat al-Kahfi. [3]. Memperbanyak Do’a Demi Mendambakan Ketepatannya Dengan Waktu Istijabah (terkabul).
- Apabila hari raya jatuh pada hari Jum’at, maka gugur kewajiban shalat jama’ah Jum’at dan orang-orang yang sudah mengerjakan shalat jama’ah.’”(Fiqhus Sunnah I : 267)
- Dari Abul Ja’d adh-Dhamri r.a. bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang meninggalkan shalat jum’at tiga kali karena mengabaikannya, niscaya Allah menutup hatinya.” (Hasan Shahih: Shahih Abu Daud no: 923, Abu Daud III: 377 no: 1039, Tirmidzi II: 5 no: 498, Nasa’i III: 88 dan Ibnu Majah I:357no: 1125).
http://trimudilah.wordpress.com/2007/03/12/khatib-jumat/
- Para ulama semua mazhab sepakat bahwa paling tidak untuk sebuah khutbah jumat itu harus terpenuhi 5 rukun. Dan kelima rukun tersebut harus diucapkan dalam bahasa arab. Selebihnya, boleh digunakan bahasa yang sesuai dengan bahasa hadirin yang ikut dalam khutbah tersebut. Seandainya salah satu dari kellima hal itu tidak terpenuhi, maka khutbah itu tidak sah. Maka jamaah diwajibkan untuk melakukan shalat Dzhuhur dengan 4 rakaat, atau harus ada seseorang yang menyelematkan khutbah itu dengan memenuhi kelima rukunnya.
- Khusus rukun yang keempat dan kelima, ada perlakuan khusus. Untuk khutbah yang pertama, rukunnya adalah nomor 1, 2, 3 dan 4. Untuk khutbah kedua, rukunnya adalah nomor 1, 2, 3 dan 5. Berarti pada khutbah pertama, tidak perlu mengucapkan doa. Sedangkan pada khutbah kedua tidak perlu membaca lafadz ayat Al-Quran.
- Takmir masjid harus tanggap dalam mengantisipasi keadaan. Seandainya terjadi kasus di mana khatib tidak mampu menyemprnakan rukunnya, entah karena tidak tahu atau karena tidak mampu mengucapkan dalam bahasa arab yang benar, maka harus ada seorang dari takmir yang ‘menyelamatkan’. Sesudahnya khatib turun mimbar, dia harus naik mimbar dan berkhutbah dua kali, cukup rukunnya saja dan bisa dilakukan dalam satu helaan nafas.
http://gp-ansor.org/?p=4645
- Adzan shalat pertama kali disyari’atkan oleh Islam adalah pada tahun pertama Hijriyah. Di zaman Rasulullah SAW, Abu Bakar dan Umar bin Khathab mengumandangkan adzan untuk shalat Jum’at hanya dilakukan sekali saja. Tetapi di zaman Khalifah Utsman bin Affan RA menambah adzan satu kali lagi sebelum khatib naik ke atas mimbar, sehingga adzan Jum’at menjadi dua kali. Ijtihad ini beliau lakukan karena melihat manusia sudah mulai banyak dan tempat tinggalnya berjauhan. Sehingga dibutuhkan satu adzan lagi untuk memberi tahu bahwa shalat Jumat hendak dilaksanakan.
- Apalagi adzan kedua yang dilakukan sejak zaman Utsman bin Affan RA itu, sama sekali tidak ditentang oleh sahabat atau sebagian dari para sahabat di kala itu. Jadi menurut istilah ushul fiqh, adzan Jum’at dua kali sudah menjadi “ijma’ sukuti”. Sehingga perbuatan itu memiliki landasan yang kuat dari salah satu sumber hukum Islam, yakni ijma’ para sahabat.
- Terdapat perbedaan dalam masalah furu’iyyah yang mungkin akan terus menjadi perbedaan hukum di kalangan umat, tetapi yang terpenting bahwa adzan Jum’at satu kali atau dua kali demi melaksanakan syari’at Islam untuk mendapat ridla Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar